JBN NEWS ■ Jelang hari anti Korupsi pada 9 Desember mendatang, Djusman Ar berkunjung di kampung halamannya di Kabupaten Soppeng.
Pegiat Anti Korupsi Warga Soppeng kelahiran jalan ujung ini, selain mengunjungi keluarga juga menyempatkan diri bertemu dengan sahabat-sahabat lama termasuk ketua IWO Soppeng Andi Mul Makmun, Awak media dan LSM.
Terkait menyambut peringatan hari Anti Korupsi dia menyebut eranya sekarang, menyuarakan Anti Korupsi tidak cukup hanya masuk dalam sektor kota atau Propinsi, namun sudah tiba saatnya untuk lebih menyuarakan suara anti korupsi sampai ke tingkat desa.
“Itu terpenting sekarang, kita tidak bermaksud bahwa orang orang yang tinggal di Kabupaten dan desa tidak mengerti soal anti korupsi bukan seperti itu, akan tetapi, bagaimana ketika kita hadir itu akan membangkitkan spirit atau memotivasi bahwa menyuarakan anti korupsi kalian tidak sendiri. Jadi itu yang harus dibangun sekarang," kata Djusman, di Warkop Semarang, pada Selasa (16/11) malam.
"Saya memberikan saran kepada kawan kawan yang sekiranya nanti akan merayakan peringatan hari Anti Korupsi, minimal hadir atau berkumpul merayakan hari Anti Korupsi, tidak hanya sekedar meneriakkan yel yel Anti Korupsi, tapi sepatutnya menyertakan dugaan-dugaan manakala ada datanya," imbuhnya.
Sekarang sudah tidak zaman lagi, lanjut Djusman, orang berpendapat bahwa ada dugaan korupsi, tapi tidak bisa menunjukkan datanya, itukan sebenarnya fitnah.
"Jadi harus mendahulukan data yang sifatnya data aktif dikemas dengan eksen kemudian disuarakan. Bukan mengedepankan bahwa disana ada korupsi tetapi tidak didukung dengan data. Karena kalau berbicara anti korupsi bukan hanya milik NGo, bukan hanya milik APH tapi, milik semua masyarakat Indonesia," tukasnya.
Djusman berpendapat peran media dalam pemberantasan korupsi sangat besar.
“Saya mau bilang begini, apa sih kekuatannya itu APH, pemerintah daerah termasuk pegiat anti korupsi manakala tidak ada sinergi yang baik dengan media, media itu kan penyampai pesan, corong publik," paparnya lagi.
Djusman menambahkan, maksud saya begini, adakan biasa sering kita dengar seorang oknum aktivis bilang begini, ah.. apa itu media pilih pilihji yang mau diberitakan, menurut saya itu salah, tidak usah dicampuri itu internalnya, persoalan mau dinaikkan atau tidak, bisa jadi memang beritanya tidak layak dan perlu kita pahami bahwa eksisensi sebuah usaha termasuk media ada dua hal yang melekat, yakni bergerak sebagai kontrol sosial dan memang terpadu dengan bisnisnya.
"Bisnis dalam arti bukan mencuri, misalkan, dalam bisnis ada kerjasama dengan infokom untuk bagaimana tranformasikan kerja kerja pemerintah daerah agar diketahui oleh publik jelas itu bukan larangan," ujarnya.
Diminta tanggapan mengenai penanganan Korupsi di Soppeng, Djusman mengatakan, kalau saya melihat di Soppeng mengalami banyak perubahan dalam hal kasus, baik apakah yang melibatkan jajaran pemerintahan atau legislatif saya melihat tidak ada pengekangan, intervensi dari petinggi eksekutif maupun dari legislatif tetap jalan saya lihat.
"Itulah memang memberantas korupsi bukan hanya lapor lapor dan penindakan, tapi bagaimana wajib melakukan upaya pencegahan. Pencegahan itu bukan hanya miliknya APH tapi milik kita semua sebagai warga negara warga masyarakat Soppeng," urainya.
Ada pesannya begini, ini filosofi kalau meja ini adalah gumbang besar berisi air, airnya kotor pula bahkan baunya menyengat kiri kanan, turunlah sejuta penyidik membersihkan baik dari kejaksaan, Polisi, KPK atau peran serta masyarakat NGo, tidak bakal bersih bersih karena kenapa, karna memang air yang masuk disitu kotor.
"Disinilah NGo kawan kawan media harus hadir untuk bergerak disitu, bagaimana mendorong StakeHolder partisipasi publik, dan melakukan kritik namun kritik yang sifatnya konstruktif," demikian Djusman Ar. (AT/rls/IWO)