Jakarta, JBN - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol (purn) Firli Bahuri, M.Si, akan mendukung dan membantu Kementerian Kesehatan dalam proses membentuk Biro Pengadaan Barang dan Jasa Tersentralisir. Biro ini merupakan portofolio terbaru di lingkungan Kemenkes yang rencananya akan mulai beroperasi di bulan Februari 2022.
Ketua KPK mengapresiasi inisiatif Kemenkes dalam pembentukan Biro ini mengingat pengawasannya akan lebih terpusat dan personil yang ditugaskan akan lebih fokus serta sistem pengadaan yang digunakan melalui e-catalog sektoral akan meningkatkan transparansi.
Ia mengingatkan apapun jabatannya setiap orang punya tanggung jawab mewujudkan Indonesia bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
"Bagi siapa saja yang mengemban tugas di Biro Pengadaan Barang dan Jasa, ada 8 rambu-rambu yang harus diketahui, yakni tidak melakukan persekongkolan dengan penyedia barang dan jasa, tidak memperoleh kickback, tidak melakukan penyuapan, tidak menerima gratifikasi, tidak ada benturan kepentingan, tidak curang, tidak berniat jahat, dan tidak membiarkan terjadinya korupsi," ungkap Ketua KPK Firli yang hadir sebagai narasumber dalam Rapat Koordinasi Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Tersentralisasi di Lingkungan Kemenkes di Gedung Kemenkes, Jakarta, Senin (17/1).
Saat ini pengadaan di Kemenkes dilaksanakan secara terdistribusi di masing-masing 7 Satuan Kerja, yang terdiri dari: Unit Layanan Pengadaan (ULP) Sekretariat Jenderal-Inspektorat Jenderal dan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), ULP Direktorat Jenderal (Ditjen) Kesehatan Masyarakat, ULP Ditjen Pelayanan Kesehatan, ULP Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, ULP Ditjen Pelayanan Kefarmasian, ULP Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, ULP Badan Pendidikan dan Pelatihan SDM Kesehatan. Hal ini mengakibatkan pelaksanaan pengadaan menjadi tidak efektif dan efisien, kurang produktif dan sulit dimonitor pelaksanaannya.
Beberapa kelebihan dari Pengadaaan Tersentralisasi diantaranya: Mengurangi disparitas harga barang/jasa yang sejenis; penggunaan akun yang lebih terkontrol; pengawasan pelaksanaan pengadaan lebih mudah karena tersentralisasi dalam UKPBJ; pengelola Pengadaan Barang/Jasa menjadi lebih independent.
Tahun ini, Kementerian Kesehatan mendapatkan alokasi anggaran rutin sebesar Rp 96.85 triliun dimana sekitar Rp 50 trilliun digunakan untuk belanja barang dan jasa.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan alokasi tersebut merupakan angka yang besar dan bisa dimanfaatkan untuk kesehatan dengan maksimal.
"Anggaran itu besar sekali dan dapat mengurangi antara lain angka kematian akibat sakit jantung yang membutuhkan anggaran tidak sampai Rp 2 triliun. Begitupun dengan penyakit lainnya. Jadi bagaimana saat ini kita memastikan uang yang begitu besar dimanfaatkan untuk rakyat," katanya.
Tahun 2022 semua anggaran kesehatan digunakan untuk pandemi dan penguatan program kesehatan.
"Anggaran belanja kesehatan dalam APBN 2022 harus kita dukung dengan pola baru termasuk pengadaan proses barang dan jasa dengan efektif efisien dan akuntabel," ucap Menkes Budi.
Untuk meningkatkan pelayanan dengan kualitas yang tinggi maka diperlukan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang tersentralisasi melalui Biro Pengadaan Barang dan Jasa di bawah Sekretaris Jenderal. Biro ini memiliki tugas dan fungsi dalam pengelolaan barang dan jasa, pelaksanaan pendampingan, dan pembimbingan teknis.
Menkes Budi mengatakan ada dua hal yang harus dilakukan untuk mengantisipasi korupsi, terutama di bidang pengadaan barang dan jasa, antara lain sistem formal melalui pengelolaan barang dan jasa tersentralisasi dan sistem moral melalui kesadaran dan pemahaman untuk tidak melakukan korupsi.
"Ke depan kita harus memastikan, siapa pun yang menjabat di Kemenkes harus memiliki sistem moral yang baik," tandasnya (A2M)