JBN News - Semakin banyak temuan kasus kekerasan seksual dan kian memburuknya isu ini beberapa waktu belakangan menggerakkan banyak pihak untuk semakin keras mendorong pengesahan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dilakukan sesegera mungkin.
Kegentingan tersebut mendapat tanggapan baik dari pemerintah yang pada Selasa (4/1) lalu. Presiden Joko Widodo menyampaikan pernyataan yang menegaskan bahwa perlindungan terhadap korban kekerasan seksual perlu menjadi perhatian bersama, terutama kekerasan seksual pada perempuan dan anak yang mendesak harus segera ditangani. Untuk itu, Presiden mendorong langkah-langkah percepatan pengesahan RUU TPKS yang hingga kini masih berproses.
Pernyataan Presiden Joko Widodo tersebut mendapat apresiasi yang baik dari Ketua DPR RI Puan Maharani. Ia menyambut baik respons positif Presiden yang mendorong percepatan pengesahan RUU TPKS dan menegaskan komitmen DPR untuk bersama-sama pemerintah mempercepat mengesahkan RUU TPKS yang banyak diharapkan masyarakat itu.
Puan memastikan pihaknya akan segera mengesahkan RUU TPKS sebagai inisiatif DPR. Puan sendiri sudah berkali-kali menyatakan DPR siap bekerja cepat agar RUU TPKS bisa disahkan. “Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sudah merampungkan pembahasan RUU TPKS. Pengesahan RUU TPKS sebagai inisiatif DPR akan dilakukan dalam rapat paripurna setelah reses untuk kemudian kami kirimkan ke Pemerintah sehingga dapat ditindaklanjuti pada pembahasan tingkat II,” ungkapnya.
Puan juga menyambut baik langkah Presiden Jokowi meminta Gugus Tugas Pemerintah yang menangani RUU TPKS untuk menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terhadap draf RUU TPKS yang disiapkan oleh DPR. Ia berharap setiap mekanisme yang berjalan dapat berjalan dengan lancar. “Respons positif Bapak Presiden ini kami harap agar ditindaklanjuti dengan dikirimkannya Surpres setelah nantinya RUU TPKS sah sebagai inisiatif DPR,” kata Puan.
DPR RI memastikan siap bekerja optimal dalam pembahasan RUU TPKS bersama pemerintah kedepan. Puan meminta pihak Pemerintah memiliki komitmen yang sama dalam pelaksanaan pembahasan mengingat RUU TPKS sudah sangat dibutuhkan karena kasus-kasus kekerasan seksual di Indonesia sudah sangat memprihatinkan.
Sambutan dan apresiasi yang baik juga disampaikan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam pernyataan sikap yang dilansir segera setelah pernyataan Presiden tersebut disampaikan. Dalam pernyataan yang disusun bersama oleh beberapa orang komisionernya antara lain, Andy Yentriyani, Maria Ulfah Ansor, Rainy Hutabarat, Alimatul Qibtiyah, Siti Aminah Tardi dan Olivia Chadidjah Salampessy itu disampaikan bahwa pernyataan Presiden tersebut penting dan telah ditunggu-tunggu mengingat terjadinya lonjakan laporan kasus dan kompleksitas kekerasan seksual yang terjadi di lembaga-lembaga pendidikan beberapa waktu terakhir yang yang mengidikasikan kondisi darurat kekesaran seksual.
Kasus-kasus tersebut, menurut Komnas Perempuan merupakan preseden buruk karena lembaga pendidikan dan lingkup keluarga yang seharusnya menjadi ruang aman bagi setiap individu untuk mengembangkan potensinya secara optimal justru menjadi tempat terjadinya kasus kekerasan seksual. Di saat bersamaan, daya tanggap yang tersedia pada kasus kekerasan seksual sangat terbatas baik dari aspek muatan hukum, struktur dan budaya, maupun layanan yang tersedia untuk mendukung korban dan masih terkonsentrasi di pulau Jawa.
Penundaan pembahasan dan pengesahan RUU TPKS, seperti dinyatakan oleh Komnas Perempuan, akan menyebabkan semakin banyaknya korban yang terbengkalai hak-haknya dan kondisi korban akan semakin terpuruk, bahkan ada korban yang bunuh diri dan mengalami gangguan jiwa akut. Di sisi lain, penundaan pembahasan RUU TPKS juga akan memperburuk daya pencegahan yang sudah sangat terbatas.
Dalam pernyataan sikap tersebut, Komnas Perempuan mengusulkan sejumlah langkah yang perlu didorong untuk mempercepat pembahasan RUU TPKS (Rjb)