JBN NEWS ■ Meskipun tantangan covid 19 masih belum berakhir, dibanding tahun 2020 kinerja industri nasional cukup menggembirakan dengan indikasi rata-rata Purchasing Manager Index (PMI) selama 2021 menunjukkan angka ekspansif diatas 50. Hal ini juga ditunjukkan dengan kinerja sektor industri logam dan baja yang juga mengalami pertumbuhan positif selama tahun 2021.
BPS mencatat di kuartal III sektor industri logam dengan HS 72-73 ini mampu tumbuh diatas 9,82 persen. Kinerja ini juga didukung ekspor produk baja hingga November 2021 mencapai 19,6 Miliar USD dan surplus 6,1 Miliar USD dibanding jumlah impor baja di Indonesia.
Menurut Budi Susanto, Direktur Industri Logam, Ditjen ILMATE Kemenperin, pertumbuhan positif sektor baja akibat upaya pengendalian yang dilakukan Pemerintah dengan smart supply demand yang diterapkan dengan berpihak ke industri baja nasional dari hulu, antara hingga hilir, meskipun di bulan November-Desember terjadi penyesuaian tata cara importasi yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan yaitu Permendag 20/2021 melalui single windows INSW.
Budi juga menyampaikan peningkatan kebutuhan baja ini didukung kebijakan PPnBM otomotif yang juga tumbuh hingga 27% di kuartal III tahun 2021 namun membutuhkan baja khusus untuk sektor otomotif yang belum bisa dipenuhi oleh pabrikan dalam negeri. “Pengaturan ini menjadi penting agar produk-produk yang sudah diproduksi di dalam negeri dapat dimaksimalkan dan hampir semua impor yang ada merupakan bahan baku untuk berbagai jenis industri,” ujarnya di Jakarta, Kamis (20/1).
Senada dengan Budi, Direktur Utama PT Saranacentral Bajatama Tbk (BAJA), Handjaja Susanto menyampaikan salah satu keberhasilan BAJA memperoleh laba bersih 100 miliar rupiah berkat kontrol pemerintah terhadap impor baja, sehingga pasar impor banyak beralih ke pasar lokal.
Optimisme industri baja nasional ini terus dijaga dengan upaya hilirisasi dan subtitusi impor yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Dengan demikian iklim usaha dan investasi akan terus meningkat di Indonesia. Menurut data investasi di sektor logam menunjukkan kinerja yang cukup menggembirakan, hingga triwulan III tahun 2021 mencapai Rp. 87,73 Triliyun serta utilisasi sektor ini mencapai diatas 60% dan industri baja lapis meningkat sangat baik seperti yang ditunjukkan PT saranacentral Bajatama.
Sebelumnya Direktur Komersial Krakatau Steel, Melati Sarnita mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi kenaikan impor baja sebesar 23% yang semula 3,9 juta ton di tahun 2020 menjadi 4,8 juta ton di tahun 2021.
Sebaliknya, Direktur Eksekutif Research Oriented Development Analysis (RODA) Institute, Ahmad Rijal Ilyas mengatakan untuk melihat perbandingan data baja jangan menggunakan data tahun 2020, kalau menggunakan data ini pada saat itu semua industri terpuruk, artinya kalau tidak boleh naik terhadap tahun 2020 sama saja tidak ingin industri baja ini tumbuh karena yang diimpor adalah bahan baku.
Menurut Ahmad Rijal, dibanding 2019 impor baja 2021 mengalami penurunan yang cukup baik yaitu dari 4,8 juta ton di 2021 menurun sebesar 2 juta ton atau 31% dibanding 2019 yang importasinya berjumlah 6,96 juta ton.
Beberapa program pemerintah yang dirasakan manfaatnya oleh pelaku usaha antara lain pengendalian impor, program subtitusi impor yaitu penurunan nilai impor untuk beberapa produk baja, peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN), penerapan SNI wajib dalam rangka melindungi konsumen dalam negeri dari produk baja yang tidak berkualitas, serta pemberian insentif untuk mendorong peningkatan investasi di sektor industri logam.
Diharapkan dengan program-program tersebut terus ditingkatkan untuk dapat mendorong kinerja industri baja pada periode selanjutnya. (A2M)