Jakarta (JBN) - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menegaskan, hasil survei serologi Covid-19 nasional akan menjadi rujukan penerapan strategi kebijakan pemerintah dalam menghadapi pandemi.
Survei ini dilakukan untuk melihat persentase antibodi yang telah terbentuk di tengah masyarakat. Survei ini berlangsung dari periode November hingga Desember 2021.
Hal itu disampaikan Mendagri saat konferensi pers bersama Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang digelar secara luring dan daring dari Kantor Pusat Kemendagri, Jumat (18/3/2022).
Dalam kesempatan itu, turut bergabung secara virtual Tim Survei Serologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) dan jajaran pemerintah daerah (pemda).
Survei ini dilakukan di 100 kabupaten/kota yang berada di wilayah aglomerasi dan nonaglomerasi oleh Kemendagri bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan melibatkan Tim FKM UI.
Mendagri menuturkan, antibodi merupakan syarat penting untuk menanggulangi penyakit SARS-CoV-2. Secara spesifik, antibodi dapat dihasilkan melalui beberapa cara, seperti dari vaksinasi maupun terinfeksi SARS-CoV-2 secara alami.
Mendagri menjelaskan, pemerintah telah memiliki data jumlah masyarakat yang telah divaksinasi, baik dosis pertama, kedua, maupun ketiga. Begitu pula dengan data masyarakat yang terinfeksi SARS-CoV-2 yang terhubung dengan fasilitas kesehatan.
Namun tidak demikian halnya dengan data Orang Tanpa Gejala (OTG) atau bergejala ringan. Kelompok ini dinilai memiliki kekebalan tubuh yang baik, sehingga dapat sembuh sendiri dengan cepat. Karena tak menunjukkan gejala sama sekali, pemerintah pun tidak memiliki data masyarakat yang terinfeksi SARS-CoV-2 pada kelompok ini. Untuk itulah, pemerintah lantas melakukan survei serologi untuk mendapatkan data tersebut.
"Oleh karena itu, selain dari data vaksinasi dan data yang terkena Covid yang terdata di fasilitas kesehatan pertama, kita ingin mengetahui juga berapa banyak yang sudah memiliki antibodi karena terpapar tapi tidak sadar atau memang tidak berobat tapi sembuh," ujar Mendagri.
Mendagri menuturkan, hasil survei ini akan menjadi rujukan kebijakan pemerintah dalam menghadapi pandemi. Bila hasil prevalensi antibodinya masih rendah, maka vaksinasi akan ditingkatkan dan protokol kesehatan diperketat di daerah tersebut. Begitu pula dengan daerah yang prevalensinya cukup tinggi. Kebijakan vaksinasinya tetap digenjot dengan menargetkan masyarakat tertentu yang secara spesifik belum memiliki antibodi.
"Tapi daerah-daerah yang tinggi antibodinya masyarakatnya, ya otomatis relaksasi dapat dilakukan meskipun tidak sepenuhnya,” terang Mendagri.
Sementara itu, Menkes Budi Gunadi Sadikin mengamini hasil survei serologi ini akan menjadi dasar kebijakan pemerintah dalam menghadapi pandemi. Kebijakan itu seperti pemberian vaksinasi, penerapan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), dan kebijakan lainnya mengenai pandemi.
“Rencana kami survei ini akan kita lakukan minimal enam bulan sekali, jadi pertengahan tahun ini akan kita adakan lagi untuk bisa melihat perkembangan dari kondisi kekebalan terhadap virus SARS Covid-2 di Indonesia,” tutur Budi.
Di lain pihak, salah satu anggota Tim FKM UI Pandu Riono mengapresiasi langkah pemerintah yang melakukan penanganan pandemi bebasis pada ilmu pengetahuan. Melalui langkah ini, penyusunan kebijakan dapat dilakukan dengan berbasis pada data, pedoman, dan sebagainya.
“Dan ini menurut saya akan membantu pemerintah Indonesia atau bangsa Indonesia bisa mengendalikan pandemi dengan lebih terencana (dan) sustain,” ujarnya.
Adapun hasil survei serologi tersebut, yakni sebanyak 86,6 persen penduduk Indonesia yang berusia 1 tahun ke atas didapati telah memiliki antibodi. Proporsi penduduk yang mempunyai antibodi SARS-CoV-2 tertinggi dimiliki oleh mereka yang sudah divaksinasi dosis kedua. Selain itu, sebanyak 73,9 persen penduduk yang belum divaksin didapati telah mempunyai antibodi SARS-CoV-2.
(R/Jbn)